Saya merasa ada yang begitu janggal, lucu, dan kurang optimal, dalam proses pencalonan legislatif atau bahkan kepala daerah yang ada di Indonesia. Sampai akhirnya perasaan itu begitu mengganggu saya, dan catatan ini mau tidak mau harus saya cipta.
Betapa janggal, lucu dan tidak optimal?
Anak sekolah dan mahasiswa yang mau lulus, harus melewati serentetan ujian akademis dan ujian praktik di lapangan. Untuk lulus, kami, diwajibkan untuk magang, PPL, KKN, hingga penelitian yang mengharuskan kami terjun ke lapangan. Kami ‘dipaksa’ berbakti. Kami ‘dipaksa’ menguji gagasan dan kompetensi kami. Padahal, kami ini kan cuma sedang belajar, dan belum menerima tanggung jawab besar.
Apakah itu salah? Tentu saja tidak. Itu bagus, bahkan sangat bagus. Yang kemudian seolah menjadi salah adalah, kami yang cuma belajar harus dituntut dan diuji, tetapi para Caleg yang akan membawa tanggung jawab besar seolah sama sekali tak dituntut dan tak diuji.
Seorang Legislatif kan digaji untuk mewakili kami, membuat kehidupan berbangsa ini menjadi lebih baik dari hari ke hari. Tapi bagaimana bisa, kalau latihan aja belum, diuji aja belum, tiba-tiba dapat mandat dan mengaku mewakili suara bangsa?
Seperti kami, mereka harusnya magang. Ya. Magang. Selama jadi Bacaleg, mereka harusnya magang dulu dengan berbakti dan berkontribusi di salah satu Dapilnya nanti. Diuji dulu kemampuannya dalam merancang program dan inisiatifnya, sesuai Komisi yang kelak ditempatinya. 3-6 bulan, atau bahkan setahun. Nanti yang menilai siapa? Tentu salah satunya adalah unsur rakyat yang akan diwakilinya. Dengan begitu, para Caleg yang ada di kertas pemilihan, sudah pasti yang terbukti punya kontribusi dan dapat mewakili aspirasi. Kalau tanpa ada magang atau semacam uji kompetensi, pemilu dan demokrasi hanya akan jadi ajang lucu-lucuan kali.
Betapa tidak? Di setiap ruas jalan, kami dihadapkan pada jutaan baliho dan bendera yang dipasang oleh para Caleg, yang sejujurnya, masyoritas sama sekali tak kami kenali. Gimana kami mau milih yang terbaik, la wong rekam jejak dan kontribusinya selama ini saja kami tak tahu? Ditambah lagi, semuanya mengaku antikorupsi, amanah, dan bisa mewakili aspirasi kami. Bagaimana caranya kami memilih?
Mengapa para Caleg saya rasa wajib magang?
Paling tidak ada 5 hal baik yang bisa kita dapatkan.
Pertama, dengan adanya program magang, para Bacaleg yang mencalonkan diri hanya untuk tujuan jabatan dan uang, otomatis akan berpikir ulang. Mereka akan sadar kalau mereka tidak akan mampu untuk lolos seleksi magang. Dengan begitu, pekerjaan rumah untuk membuang DPR-DPR tak berkompeten dan mata duitan, telah kita selesaikan setengahnya.
Kedua. Mendorong manusia-manusia terbaik Indonesia untuk mencalonkan diri, bahkan dicalonkan oleh para petinggi partai. Dengan sistem seleksi magang, mau tidak mau, kalau sebuah partai ingin mendapat jatah kursi, mereka akan memutar otak dalam melakukan recruitment dan pembinaan kadernya. Orang-orang lama yang tak lagi berkompeten, akhirnya, terpaksa diistirahatkan dari kancah perebutan kekuasaan. Bukankah ini kabar baik untuk masa depan bangsa kita?
Ketiga, hasilnya bisa langsung dirasakan. Bayangkan, ada puluhan ribu Bacaleg yang magang dengan tugas memberikan kontribusi untuk dapilnya. Betapa setiap 5 tahun sekali, Indonesia akan begitu bahagia mendapatkan ribuan bahkan jutaan tangan yang siap berusaha memperbaiki negeri ini. Tanpa menunggu para Bacaleg tersebut jadi, masyarakat sudah merasakan manfaatnya sekarang ini.
Keempat, menekan atau mengoptimalkan biaya kampanye. Kalau seleksi magang ini dilakukan, coba bayangkan, betapa milyaran atau bahkan triliunan biaya cetak baliho, spanduk hingga bendera yang selama ini dikeluarkan, berubah wujud menjadi program-program yang bermanfaat secara nyata bagi masyarakat kita. Para Caleg yang lolos seleski, tidak perlu banyak-banyak pasang bendera atau memberikan amplop demi capaian suara mereka. Kerja nyata mereka selama magang, adalah kartu nama terbaik yang dapat dengan mudah memenangkan mereka.
Dan terakhir, jika seleksi magang ini berani diterapkan di negeri ini, kita, akan bersama-sama, membuat sistem dan budaya demokrasi yang membahagiakan Indonesia. Kita akan memiliki para Caleg yang berkompeten dalam bidangnya. Kita akan memiliki rakyat yang cerdas dalam memilih wakilnya. Dan kita, akan memiliki rakyat dan Caleg yang mempunyai kedekatan dan kebersatuan yang luar biasa, melalui masa-masa magang yang penuh cerita. Pada para Caleg yang lolos magang dan terpilih sebagai DPR, kita akan merasa optimis dengan keterwakilan suara kita. Sedang pada para Caleg yang lolos magang dan tak terpilih sebagai DPR, kita akan mengenangnya dengan bangga sebagai seseorang yang pernah berjasa bagi Indonesia. Betapa hal ini akan sangat luar biasa?
Tapi sayangnya, mungkin aspirasi ini tidak akan pernah terealiasasi. Kecuali, kita punya anggota-anggota DPR yang benar-benar menginginkan kemajuan negeri ini. Bukan kemajuan perut mereka sendiri.
Pada akhirnya, itulah aspirasi saya. Banyak salahnya, tapi saya siap untuk memperbaikinya bersama. Aspirasi ini saya titipkan pada PSI, meski pada PSI, saya sama sekali tak memiliki afiliasi. PSI adalah sebuah partai baru yang sepertinya berkenan mendengarkan ide-ide baru, dan mewakili suara-suara kaum muda seperti saya dan kamu. Kepada PSI, saya titipkan aspirasi ini. Semoga sampai. Semoga terealisasi.
Catatan: Jika kamu setuju dengan gagasan ini, bantu share tulisan ini. Barangkali sampai. Barangkali bisa terealisasi. Karena saya percaya, kita, sebagai kesatuan rakyat Indonesia, memiliki kekuatan gotong royong yang tidak bisa disepelekan begitu saja.
#CalegWajibMagang #NitipAspirasiKePSI
wow…saya tidak pernah memikirkan id yang luar biasa brmanfaat bagi khidupan bangsa ini…
thank you for this idea, i will share it.
Terima kasih atas apresiasinya! Silakan share jika bermanfaat.