Persoalan guru dan buku di negeri ini ada kemiripan: distribusinya tidak merata. Banyak di satu tempat, sedikit di tempat lain. Padat di suatu daerah, langka di daerah lain.
Dirjen Dikdasmen Hamid Muhammad pernah bercerita tentang ketiadaan buku di suatu kabupaten di Pulau Sumatera. Dinas Pendidikan Kabupaten bingung harus mencari buku di mana. Tidak ada toko buku yang bisa disambangi. Karena yang tersedia adalah buku agama, akhirnya buku tersebut yang dibeli dan didistribusikan ke sekolah-sekolah.
Buku termasuk salah satu sarana sangat penting dalam satuan pendidikan. Sifatnya melekat dalam penyelenggaran kegiatan belajar mengajar. Untuk memastikan ketersediaan buku di sekolah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan Permendikbud Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA.
BUKU DI INDONESIA
Berapa jumlah buku yang dicetak per tahun di negeri ini? Menurut Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi), jumlah judul buku yang terbit per tahun lebih dari 30 ribu judul. Rata-rata satu judul buku dicetak 3.000 eksemplar. Maka jumlah buku baru yang beredar per tahun sedikitnya mencapai 90 juta eksemplar. Besarkah jumlah tersebut?
Untuk mengetahui besar-tidaknya sebuah pencapaian, kita perlu mencari pembanding. Pembanding itu berasal dari industri perbukuan yang berkembang di luar negeri.
Menurut IPA, indikator terpenting dari sehatnya industri penerbitan adalah jumlah judul buku yang terbit per sejuta penduduk. Berdasarkan riset, judul buku baru yang terbit per satu juta penduduk di Thailand pada 2015 berjumlah 168. Sedangkan di Filipina 93.
Bagaimana dengan Indonesia? Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2015 sekitar 255.461.700 jiwa. Jika angka itu dibandingkan dengan jumlah judul buku terbit per tahun, maka judul buku baru yang terbit hanyalah 8 buku per satu juta penduduk. Masih kalah jauh dibandingkan dengan Thailand dan Filipina, bahkan oleh Kenya.
MINAT BACA
Minat baca memang jadi problem tersendiri bagi bangsa ini. Survei World’s Most Literate Nations yang dibuat Central Connecticut State University, Amerika Serikat, yang dirilis pada awal 2016, meletakkan tingkat literasi masyarakat Indonesia berada di posisi ke-60 dari 61 negara yang disurvei.
Di tingkat lokal, survei Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia (AKSI)/Indonesia National Assessment Program (INAP) yang mengukur literasi matematika, membaca, dan sains siswa kelas IV juga menunjukkan hasil mengecewakan. Pada AKSI 2016, literasi matematika siswa mendapatkan skor 77,13 (kurang), literasi membaca 46,83 (kurang), dan literasi sains 73,61 (kurang). Rendahnya tingkat literasi pada ketiga mata pelajaran ini dengan mudah disimpulkan sebagai akibat minat baca di kalangan siswa rendah.
Bila ingin industri penerbitan tanah air sehat, yang harus dilakukan adalah meningkatkan minat baca di kalangan masyarakat dan siswa. Sebanyak apapun produksi jumlah buku, sayang sekali kalau hanya segelintir yang membaca. Dalam hal ini, Ikapi dan penerbit berkepentingan untuk mendukung GLS. Salah satu misi GLS adalah menumbuhkan minat baca di kalangan siswa. Jika siswa rajin membaca dan punya jadwal rutin membeli buku, usaha penerbit pastilah turut terdongkrak.
“Disalin dan dicuplik dari buku “GERAKAN LITERASI SEKOLAH: Dari Pucuk Hingga Akar (Sebuah Refleksi)” karya Billy Antoro (Sekretaris Satgas GLS Kemendikbud)”
Gerakan Menulis Buku Indonesia
Maka dari itu, Gerakan Menulis Buku Indonesia mengajak para pendidik seperti Anda untuk ikut dalam upaya memajukan literasi dan pendidikan Indonesia. Kami mengajak para pendidik untuk menulis buku dan menyebarkannya sampai pelosok Nusantara agar setidaknya ikut membantu dalam upaya pemerataan buku di Indonesia. Semakin banyak guru yang menulis buku, maka berarti semakin banyak pula guru yang memiliki keinginan kuat untuk terus berkembang dan mengembangkan anak didiknya. Buku yang ditulis oleh guru, bisa juga digunakan sebagai pelengkap bahan ajar di sekolahnya. Dengan itu, maka selain kita memiliki guru yang mau untuk terus berkembang dengan menuliskan karya, soal pemerataan buku tentu juga bisa ikut terbantu.
Dalam rangka menjalankan amanat Undang-Undang untuk “mencerdaskan kehidupan bangsa” sekaligus mendukung keberhasilan program Gerakan Literasi Nasional, Lenang Manggala Foundation bekerja sama dengan Nyalanesia, menyelenggarakan program Bantuan Pengembangan Literasi Pendidik (BANPELIP) Tahun 2021-2024.
Melalui program ini, para pendidik di seluruh Indonesia yang menjadi Mitra Program akan difasilitasi untuk mengembangkan kompetensi literasi dan publikasi karya selama 3 tahun ke depan. Program BANPELIP dipersembahkan untuk para pendidik Indonesia, meliputi guru, dosen, dan tutor.
Program BANPELIP berfokus untuk mendorong peningkatan kompetensi berliterasi melalui serangkaian program pelatihan dan sertifikasi, sekaligus mendorong produktivitas dan publikasi karya dengan fasilitas penerbitan buku selama 3 tahun. Program pelatihan, sertifikasi dan penerbitan buku ini diberikan secara gratis kepada seluruh pendidik yang tercatat sebagai Mitra Program.
Melalui program ini, Lenang Manggala Foundation dan Nyalanesia berharap, dapat turut memberikan kontribusi nyata bagi kemajuan budaya literasi dan mutu pendidikan di Indonesia. Program yang diperuntukkan untuk para pendidik ini dicanangkan dapat memberikan dampak manfaat bagi 1.000 pendidik di 34 Provinsi di Indonesia.
Kami percaya, seseorang yang telah menulis buku, maka minat bacanya pun akan meningkat. Seorang penulis tentu membutuhkan banyak sumber bacaan untuk melengkapi tulisannya nanti. Dan, guru yang memiliki minat membaca dan berkarya yang tinggi, merupakan sosok yang tepat untuk membentuk anak-anak muda Indonesia agar memiliki minat baca yang tinggi pula. Semoga!
Salam hangat, jabat erat!
Salam #NyalakanMasadepan!
[…] komik serial yang dipublikasikan secara […]