Berseragam. Mendapatkan status sosial yang sarat penghormatan. Keamanan finansial dan garansi masa depan. Juga kerja yang tidak terlalu memberatkan. Siapa juga yang tidak ingin menjadi PNS di zaman sekarang? Sebulan ke depan, jutaan Peserta CPNS bersiap mengadu nasib memperebutkan 238.015 formasi yang dibutuhkan. Membaca apa yang disampaikan oleh Abraham Harold Maslow, seorang Psikolog Humanistik, dalam Teori Kebutuhan yang dikonsepnya, perilaku jutaan orang yang dengan gigih mencoba mendaftar sebagai Peserta CPNS merupakan sesuatu yang sangat normal.
Teori Kebutuhan Maslow
Teori Kebutuhan Maslow merupakan sebuah teori hirearki kebutuhan yang memuat 5 kebutuhan dasar manusia. Dan menjadi PNS, itu berarti menjadikan seseorang akan berhasil memenuhi 5 kebutuhan dasar tersebut, hanya dalam satu langkah monumental. Betapa menggiurkannya ini semua, MyLur?
Penjabaran sederhananya, manusia memiliki 5 kebutuhan dasar yang meliputi Physiological Needs, Safety Needs, Social Needs, Esteem Needs dan yang terakhir adalah Self-Actualization Needs.
Dengan gaji yang cukup (bahkan bisa dibilang cukup banyak untuk tahap Golongan tertentu), serta ditunjang adanya fitur Dana Pensiun, membuat jabatan PNS diasumsikan akan berhasil untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan kita (Physiological Needs), serta memenuhi kebutuhan akan rasa aman kita dari intimidasi tagihan bulanan, rasa aman dari kecemasan atas keuangan di masa tua dan masa depan anak-anak kita, juga rasa aman dari paksaan untuk berhutang atau bekerja lebih keras sebagaimana yang dimaksud dengan Safety Needs kita.
Dengan uang yang cukup dan jenjang karir yang jelas, hal ini juga diasumsikan bahwa kita akan berhasil mengatasi segenap kebutuhan kita akan kasih sayang (Social Needs). Mulai dari menikah, memiliki waktu untuk lebih dekat dengan keluarga, juga perasaan dicintai oleh mertua dan lingkungan di sekitar kita. Yang biasanya, dengan acuan kekuatan ekonomi yang cukup, akan mengalir sejalan dengan pemenuhan kebutuhan kita atas status sosial, penghormatan, rasa dihargai, martabat yang tinggi, dan perasaan menjadi pemenang dalam sebuah komunitas yang kita huni (Esteem Needs).
Lalu terus dan terus mengalir, hingga sampai pada kebutuhan kita akan aktualiasasi diri (Self-Actualization Needs). Yakni kebutuhan kita untuk menyalurkan hasrat sekaligus mencapai optimalisasi potensi tertinggi. Sebuah kebutuhan untuk mendorong diri kita sendiri untuk mencapai titik-titik tertinggi yang mungkin untuk kita capai, seperti naik haji, membelikan rumah untuk orang tua, berada di puncak karir, liburan ke berbagai negara, dan sejenisnya.
Ringkasnya, yang paling umum diasumsikan oleh orang-orang yang mengejar jabatan PNS adalah:
Ikut CPNS. Diterima. Karir mapan. Keuangan aman. Gampang cari pasangan. Orangtua bangga, dan dihormati tetangga. Bisa beli rumah, mobil, dan dipandang sebagai seseorang yang berhasil meningkatkan martabat keluarga. Bisa berangkat umroh sekeluarga, plus orangtua dan mertua. Punya kesempatan untuk lebih memfokuskan diri untuk beribadah dan bersama keluarga. Lalu mencapai puncak karir, sebelum menerima dana pensiun yang memberikan garansi atas indahnya masa tua dan masa depan anak cucu kita.
Masalahnya, tidak semua orang berpikir begitu.
Revolusi Industri Jilid 4 menghadirkan kemudahan akses informasi dan terbukanya peluang-peluang baru. Menjadi PNS memang bisa diasumsikan membuat kita berhasil memenuhi 5 kebutuhan dasar kita. Tapi bagi beberapa orang, menjadi PNS tidaklah benar-benar bisa memenuhi kebutuhan. Atau juga, telah ditemukannya sebuah cara yang lebih brilian daripada ‘sekadar’ menjadi PNS. Misalnya, menjadi Youtuber.
Beberapa Youtuber fenomenal di Indonesia yang telah berhasil meraup pendapatan hingga milyaran rupiah per bulan membuat banyak orang memiliki cara pandang baru. Teknologi informasi terkini juga telah berhasil mencampuri urusan skala 5 kebutuhan dasar kita. Manusia tidak lagi ingin makan dan minum. Tetapi makan makanan yang lezat, dan minum minuman yang nge-hits. Manusia tidak hanya ingin dihormati tetangga dan lingkungan sekitarnya. Tetapi, digandrungi oleh jutaan orang yang bahkan sama sekali tak dikenalnya.
Tidak hanya itu, manusia hari ini, juga memiliki rasa ingin berkontribusi lebih tinggi. Perasaan ingin membantu dan menginspirasi lebih banyak orang, perasaan untuk memegang kendali atas sekerumunan orang, akhir-akhir ini semakin kerap menyergap masyarakat kita. Gagasan-gagasan ‘ingin membuktikan bahwa saya bisa, dengan menggunakan cara saya’ serta sejenisnya adalah sebuah wacana yang perlahan semakin mendominasi pikiran kita beberapa tahun terakhir ini.
Apakah itu salah?
Tidak ada yang salah dalam Teori Kebutuhan Dasar. Ketika ular memangsa anak ayam, apakah itu salah, dan apakah ia memiliki rasa bersalah?
Menjadi PNS, Pengemis, Pencuri, Entrepenuer, Youtuber, ataupun DPR dengan rencana korupsi bahkan sejak sebelum mencalonkan diri, adalah ‘cara-cara’ yang dipilih dan ditempuh manusia untuk mencapai pemenuhan atas kebutuhannya. Yang menjadi ‘masalah’ adalah, meski teorinya sama, dalam penerjemahannya bisa sangat berbeda-beda, dan tingkat kemampuan untuk merencanakan dan mengeksekusinya pun juga sangat berbeda-beda. Dan dari sinilah masalah-masalah pemenuhan kebutuhan tersebut akan terus bermunculan dan berkembang.
Maka yang mungkin menjadi kunci solusi dari semua permasalahan yang ada hari ini dan suatu saat nanti, adalah keputusan untuk mempriotitaskan urusan pengembangan diri. Ada yang luar biasa berbahagia setelah akhirnya berhasil kembali berjalan kaki. Dan ada yang misuh-misuh dengan warna muka yang membara karena Ferrari Portofino-nya kuyub kehujanan setelah 30 menit dicuci. Tanpa adanya upaya mengembangkan kualitas diri sebagai upaya untuk menemukan rencana dan jalan terbaik untuk mengeksekusi pemenuhan kebutuhan dasar kita, maka kehidupan kita bisa saja hanya akan menjadi lingkaran setan yang tak kan menemukan tempat peristirahatan sejenaknya.
Pikiran yang berkualitas membuat kita berhasil menemukan cara terbaik. Kompetensi yang berkualitas membuat kita berhasil mengeksekusi segala rencana kita dengan hasil yang terbaik. Dan hati yang berkualitas, adalah sebenar-benarnya kunci untuk mencapai penerimaan sempurna bahwa segala yang ada, telah tercukupi dengan baik; dan yang terbaik.
Selamat merencanakan pemenuhan kebutuhan. Selamat mengembangkan diri agar tak terjerat muyek-nya lingkaran setan.
“Percayalah, ada Tuhan di hatimu yang terdalam. Di sana, tinggal lah suara-suara yang kan menuntunmu pada surga dan kesuksesan. Jangan pernah rela diperdaya oleh keadaan. Jangan pernah menjadi bodoh dan tumbang oleh omongan orang. Temui hatimu. Temui jalan hidupmu.”
Lenang Manggala, Founder Gerakan Menulis Buku Indonesia