Oleh: Jemima Mulyandari
Pagi ini aku berkunjung ke SD Saraswati 3 Denpasar untuk menyaksikan acara pembagian buku puisi yang ditulis sendiri oleh murid-murid di sini. Hebat ya. Anak-anak seusia mereka sudah berhasil menerbitkan buku ber-ISBN hasil ide dan tulisan tangan mereka sendiri. Keren tau…
Ya… guru-guru dan siswa-siswi SD Saraswati 3 sangat antusias mendukung program literasi yang sedang gencar-gencarnya digalakkan pemerintah. Aku melihat sendiri wajah-wajah generasi muda yang penuh semangat, antusias dan bangga pada dunia literasi.
Saat juara 1, 2 dan 3 diumumkan, senyum lebar para pemenang dan tepuk tangan penghargaan dari seluruh teman-teman yang ada menjadi pemandangan yang sangat menggembirakan.
Saat nama murid dipanggil satu persatu dan buku berisi hasil karya mereka sudah sampai di tangan mereka, ada banyak siswa yang tak sadar berjalan sambil joget kanan kiri saking girangnya. Akupun tersenyum melihat wajah-wajah polos itu tertawa penuh sukacita.
Hingga tibalah seorang anak bernama Krisna mengangkat tangannya sambil berkata, “Nama saya kok belum dipanggil Pak?”
Kami semua jelas kaget. Krisna sudah menulis dan mengumpulkan puisi karyanya, tapi namanya belum dipanggil.
Duh Tuhan. Jujur aku gopoh tak ingin Krisna menangis karena cuma tinggal dia satu-satunya murid yang belum dipanggil namanya. Guru koordinator sudah mencari nama Krisna di daftar nama, tapi memang tak ada nama Krisna di situ.
Anehnya Krisna tetap tenang dan tidak reaktif. Dia memang sedih tapi tetap berusaha mengendalikan dirinya agar tidak marah ataupun menangis.
Guru koordinator berjanji pada Krisna akan mengurus masalah ini secepatnya. Krisna mengangguk sambil tersenyum. Krisna percaya penuh pada gurunya.
Sekalipun Krisna tetap tenang, tetap saja ada rasa yang mengganjal di hatiku melihat ada 1 anak yang tak bisa ikut merasakan kebahagiaan seperti yang dirasakan teman-temannya yang lain.
Dalam kegundahanku, tiba-tiba terdengar suara Krisna nyeletuk sambil angkat tangan dari barisan belakang, “Nama saya tidak ada di daftar nama tapi puisi buatan saya ada di buku ini, Pak.”
Rupanya saat teman sebelah Krisna membuka bukunya, Krisna dibantu temannya meneliti dan mengecek isi buku, siapa tahu ada nama Krisna di situ.
Ketelitian Krisna dibantu temannya, berbuah manis. Krisna mendapati puisi karyanya ada di dalam buku itu. Krisna tidak mempermasalahkan namanya tak ada dalam daftar nama. Yang penting puisi karya Krisna ada di buku itu. Otomatis nama Krisna tetap nongol di buku sekalipun tak ada di daftar nama. Dengan bangga, Krisna maju ke depan untuk mengambil bukunya.
Aku terdiam sejenak. Lagi-lagi aku mendapatkan pelajaran hidup dari seorang anak kecil kelas 4 SD bermata besar bernama Krisna. Anak laki-laki yang ganteng dan gagah.
Sekalipun masih kecil, Krisna tahu cara berkompromi dengan masalah. Krisna tetap berusaha tenang dan tidak reaktif sekalipun hatinya sedang bergejolak.
Hasilnya Krisna bisa berpikir jernih mengecek lembar demi lembar isi buku sambil dibantu teman-teman Krisna yang berempati padanya. Tak ada jerit tangis kemarahan dan kekecewaan. Ketabahan Krisna berbuah bahagia.
Hari ini aku melihat dunia anak-anak yang sangat indah di SD Saraswati 3 Denpasar. Anak-anak yang penuh semangat berkarya dan mau saling menolong satu sama lain.
Terima kasih Krisna. Ketabahanmu menghadapi masalah sudah menjadi pelajaran yang sangat berharga sekalipun Tante Jemima lebih tua umurnya daripada Krisna.
Belajar dari anak kecil? Kenapa tidak. Aku sudah menjalaninya hari ini dan aku berbahagia. Amin. Terpujilah Tuhan.
Denpasar, 5 Februari 2020
Jemima Mulyandari